Tuesday, July 28, 2015

Digital tracing: Menyongsong era baru rekruitmen

Pengguna internet di Indonesia tumbuh sangat pesat. Data yang dirilis oleh Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia, memaparkan jika saat ini (2014) terdapat 88,1 juta pengguna internet di Indonesia. Hm..jumlah ini setara dengan 15 kali penduduk Singapura dan hampir 1/3 dari total penduduk Indonesia. Pertumbuhan ini didukung dari penggunaan gadget yang meroket.

Sebagai konsekuensi dari peningkatan akses internet, adakah di antara kita yang tidak mengenal facebook, twitter, linkedIn, path, Instagram (kecuali kita berasal dari Mars)? Mayoritas anak muda banyak menghabiskan waktu untuk mengakses internet, sehingga tidak aneh jika kemudian mereka membentuk kehidupan sosial melalui medsos. Bukan tidak mungkin medsos lebih memahami mereka dibandingkan orang tua. Medsos merupakan kaca dari kepribadian seseorang. Postingan menjadi representasi kepribadian seseorang. Keluhan, kegalauan, keberhasilan, kegagalan, kesuksesan kerap nangkring di medsos. Kecanggihan smartphone turut menggerek popularitas medsos. Kombinasi budaya komunal berkontribusi meningkatkan peringkat kita sebagai negara pengakses media sosial yang cukup aktif. Dampak yang menonjol dari penggunaan medsos yang berlebihan ialah meninggalkan jejak personality jangka panjang. Reputasi digital seseorang menunjukkan profil di dunia nyata.
Baru-baru ini, perusahaan terinspirasi untuk memulai banyak proses rekruitmen yang mengandalkan medsos. Cara ini memang belum dapat diandalkan seratus persen, tetapi menjadi cara jitu untuk melangkapi proses rekruitmen yang telah ada saat ini. Banyak CEO mengeluhkan ketidakefisienan proses interview, kandidat karyawan yang terinterview dan lolos menjadi karyawan umumnya tidak memberikan impresi yang sama setelah menjadi karyawan. Perusahaan kemudian beralih dengan mengkombinasikan dengan medsos untuk merekrut karyawan.
Beberapa alasan yang digunakan perusahaan untuk merekrut pegawainya bermacam-macam. Seperti yang diungkapkan oleh Thomas Commoror dari Harvad Business Review, dia merinci setidaknya ada tiga alasan utama mengapa digital tracing mulai diterapkan. Alasan pertama adalah melibatkan media sosial memudahkan proses rekruitmen. Baik pemberi kerja dan pencari kerja memperoleh keuntungan dari medsos. Employer dapat melacak dengan mudah siapa saja orang yang berada di lingkaran kita, bagaimana background dari teman kita di medsos, bagaimana pola komunikasi kita di medsos, apakah interest utama kandidat. Semua dapat terlacak melalui medsos. Di Amerika, satu dari enam pekerja memperoleh manfaat dari medsos mereka.
Manfaat lain dari medsos adalah membuat proses rekruitmen menjadi tidak bias. Ketika tidak semua orang diberkahi dengan sifat ekstrovert, mereka kesulitan untuk menjual “kemampuan terbaiknya” selama proses interview. CV panjang dan berbunga-bunga, menjadi tidak bermakna manakala proses interview tersendat. Medsos membantu para introvert agar employer melihat potensi terbaik dari dirinya. Perusahaan kerap menggunakan medsos untuk melihat tanlenta kandidat melalui postingan atau history di medsos mereka. Introvert memang tidak memposting sebanyak ekstrovert, tetapi pola postingan dan konten postingan, serta siapa saja yang berada dilingkaran kandidat membantu employer untuk menambah kredit dari kandidat. Subyektivitas dalam proses rekruitmen tidak dapat dihindarkan, tetapi dapat dikurangi melalui tracing medsos. Upaya ini membantu mengurangi bias yang selama ini sering muncul pada proses interview. Namun tetap diingat, proses chemistry selama interview tetap menjadi poin penting pada rekuritmen. Perilaku orang di masa lalu menjadi preditor mereka untuk berperilaku di masa depan.

                Keunggulan ketiga yang diperoleh dari rekruitmen digital melalui medsos adalah membuat pekerjaan menjadi lebih efisien. Melimpahnya data membuat proses identifikasi kandidat semakin mudah. Pola yang dihasilkan dari data yang melimpah menjadi reliable untuk digunakan untuk memprediksi masa depan. Jika kandidat mengunjungi Lazada utnuk membeli baju online dan iklan mengenai baju Lazada muncul juga di akun facebook, nya? Analisa sederhana dapat membantu manajer mengenai perilaku membeli kandidat. Pertanyaannya adalah, bagaimana rekruiter mengumpulkan kepingan-kepingan informasi dalam sebuah kerangka utuh untuk merekrut pegawainya.
Jika kita pikir hal tersebut menakutkan, ada baiknya kita mulai memikirkan alternatif: apakah kita akan kehilangan kesempatan mendapatkan job yang menggiurkan, apakah kita akan menghabiskan waktu untuk mengupgrade CV untuk aplikasi kerja, atau kita medeterminasi diri untuk hidup offline selamanya?Ada baiknya jika belum terlambat untuk memperbaiki reputasi digital kita saat ini. Membuat profil yang meyakinkan, mengurangi perilaku negatif di internet (menjadi haters, membully dengan twitter), belajar membuat medsos menjadi lebih positif. Tindakan ini tentunya membutuhkan banyak waktu dan konsep yang jelas (kita ingin membangun reputasi yang bagaimana melalui medsos).
Seseorang yang benar-benar tidak menyukai medsos ada baiknya mulai melirik beberapa medsos yang sesuai dengan kebutuhannya. Orang serius ada baiknya mencoba untuk join di linkedIn, situs tersebut sesuai untuk introvert yang enggan melakukan sekedar basa-basi di medsos, siapa yang ada dilingkaran kita juga perlu kita perhatikan, jika ingin terlihat profesional ada baiknya untuk selektif dalam menambah daftar lingkaran. Cara kita mengambil dan menempatkan foto juga menjadi indikator penting untuk mengirimkan sinyal profesionalisme. Media sosial lain yang banyak dimiliki adalah facebook. Jangan biarkan facebook kita termakan debu. Berikan sedikit sentuhan profesional jika memang malas untuk memposting. Tampilan dan kontain facebook juga patut diperhatikan.

Jika kita membayangkan digital tracing belum diaplikasikan di Indonesia maka kita salah besar. Beberapa perusahaan BUMN telah menetapkan digital tracing dalam proses rekruitmen mereka menggunakan pihak ketiga. Cepat atau lambat, employer akan mengaplikasikan  cara ini dalam proses rekruitmen. Tentu saja cara yang dipakai akan lebih canggih dari pada saat ini. Well,you decide.

Saturday, July 25, 2015

Stress pemicu cyberloafing: Bagaimanakah dengan anda?

Cyberloafing-dikenal dengan nama lain cyberslacking, internet misuse, cyberdeviance--adalah bentuk penyalahgunaan internet di tempat kerja. Beberapa dari kita mungkin pernah membuka situs olah raga untuk sekedar memastikan pemenang liga Champion atau pemenang laga tinju, mencoba untuk berbelanja online karena tidak memiliki waktu, membuka email untuk membaca kabar pada kerabat, mengirimkan email untuk anak atau suami untuk sekedar mengingatkan sesuatu, membuka situs judi, oke..mari kita berhenti di contoh situs judi, karena sudah agak ekstrem perumpamaan nya. aktivitas di atas jika kita kerjakan pada jam kerja atau setidaknya menggunakan sumber yang dimiliki oleh perusahaan (badwidth atau komputer atau laptop miliki perusahaan) berarti kita telah commited to conduct deviance-penyalahgunaan, dalam kasus ini, pegawai menyalahgunakan internet di tempat kerja.

http://momopost.blogspot.com/2009/04/are-you-cyberloafing.html
sebenarnya, apakah salah satu pemicu cyberloafing? Blanchard dan henle mencoba untuk menjawab pemicu melalui keberadaaan stress ditempat kerja. Mereka berdua mencoba untuk membagi stress menjadi 3 macam, yaitu role ambiguity (ketidakjelasan peran), role confilct (peran konflik), and work overload (beban tugas). 

role ambiguity terjadi saat seseorang tidak memahami batasan perannya dalam tugas, sehingga mereka sendiri cenderung stress dalam menghadapi pekerjaannya. karyawan dengan ketidakjelasan peran yang tinggi akan cenderung menyalahgunakan internet sebagai kompensasi atas tekanan dalam ketidakjelasan. 

Role konflik adalah peran seseorang yang menempatkan dia dalam posisi konflik. sebagai contoh, seorang manager akan melakukan akuisisi maka dia kemudian akan mengalami role konflik karena harus menyesuaikan interest kedua perusahaan yang akan diakuisisi tersebut. orang dengan role conflict yang tinggi akan cenderung melarikan tekanan dengan melakukan cyberloafing. 

Work overload ternama memiliki peran yang berbeda dengan kedua temannya, semakin banyak beban pekerjaan seseorang, semakin jarang orang tersebut melakukan cyberloafing. 

Kita termasuk yang mana?

Narsis dan Kekerasan: berhubungankah?

Artikel singkat ini merupakan hasil riset Baumister et al (2000). selama ini, muncul kepercayaan yang tinggi bahwa orang narsis memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan kekerasan. yah, memang benar, tetapi muncul beberapa pertanyaan terkait hal ini. Apabila benar terjadi kekerasan, apa penyebab mereka melakukan kekerasan?

Selama ini, diyakini kekerasan berasal dari orang narsis dengan self-esteem yang cukup rendah. ketidakpercayaan diri mereka membuat mereka fight-back atas orang yang melakukan kekerasan. hal ini yang disanggah oleh Baumister. Baumister menjelaskan bahwa orang melakukan tindak kekerasan karena memiliki self-esteem yang tinggi, memiliki keyakinan bahwa dirinya berharga. Ejekan merupakan hal yang melukai harga diri, terlebih pada orang narsis, sehingga dirasa perlu untuk melakukan fight back. Ketiak orang dengan narsis yang cukup tinggi diejek, ego mereka terancam. Pada saat ego mereka terancam akibat self-esteem yang terlalu tinggi, kecenderungan untuk melakukan kekerasan meningkat.

Artikel empat lembar dari baumister tersebut sederhana, tetapi memiliki dampak luas dalam menyanggah keyakinan yang sudah ada sebelumnya. enjoy the article.

Last minute fighter dan kreativitas

Last minute fighter merupakan istilah familiar bagi kita. Beberapa orang tidak memahami alasan seseorang sangat berdedikasi menjadi last minute fighter, sedangkan waktu luang yang dimiliki cukup banyak sebelum akhirnya tertatih-tatih mengerjakan project di akhir masa deadline. riset memperkuat bahwa orang kreatif cenderung untuk menunda pekerjaan mendekati tenggang deadline.

Apakah efektif untuk menyelesaikan project tersebut mendekati deadline? Studi (tidak terbaru sebenarnya, tetapi sangat valid) mengungkapkan bahwa ide kreatif akan optimum jika tugas dikerjakan ditengah-tengah waktu deadline...istilah statistiknya-inverted U shape (grafik u terbalik). project yang dikerjakan segera setelah project diberikan tidak akan menghasilkan hasil optimum, sedangkan project yang dikerjakan mepet deadline juga tidak akan optimum. hasil terbaik jika kita mengerjakan di tengah-tengah.

Pengerjaan project di awal menyebabkan kita malas untuk merevised setelah project se1esai. tenggang waktu yang terlalu lama juga menyebabkan ktia cenderung melupakan detail dan malas untuk mengulang detail pekerjaan tersebut. Hasilnya, tugas yang selesai tadi menjadi tugas yang plain.

Project yang dikerjakan mendekati akhir deadline akan membuat kita terburu-buru mengerjakan dan cenderung memberikan kita lebih banyak kesalahan. kesalahan ini sesungguhnya dapat kita perbaiki, tetapi karena time-constrain maka tidak sempat memperbaiki. adanya kecemasan atas deadline membantu kita untuk menghasilkan banyak ide cemerlang di waktu yang sangat mendesak.

Jarak waktu di tengah memberikan seseorang waktu untuk berfikir, sedangkan mendekati masa deadline memberikan otak waktu untuk berfikir tetapi tidak setergesa-gesa last minute. Mari kita tinggalkan kerja keras, kita mulai dengan kerja cerdas.

Fact of facebook: Dilema baru

wait..original post in www.psychologytoday.com

Artikel ini tidak untuk menghujat atau mendukung penggunaan facebook. 69 juta pengguna aktif (okezone.com, 2014)-bandingkan dengan 240 juta penduduk Indonesia-sekitar seperempat lebih (bener ga ya itungannya) menggunakan facebook (termasuk saya, tapi jarang-jarang dibuka). Artikel baru di psychologytoday menarik perhatian karena menunjukkan beberapa hasil penelitian atas pengguna facebook. enjoy reading...

Fakta 1
jika kita punya banyak teman maka memiliki kecenderungan self-esteem yang rendah. Self-esteem adalah evaluasi subyektif seseorang atas self-worthnya sendiri (Rosenberg, 1965). artinya seseorang dengan banyak teman di facebook memiliki cara pandang bahwa dirinya kurang berharga. mereka khawatir mengenai persepsi publik. kekhawatiran tersebut kemudian dikompensasikan ke dalam jumlah teman yang banyak (entah kenal atau tidak-makin banyak, makin populer).

Fakta 2
Ekstrovert akan memposting lebih bayak dari Introvert. Fakta dua memang diamini oleh ebanyakan orang. sosialisasi bagi extrovert tidak terbatas pada dunia offline, tetapi juga dunia online. update status ini biasanya akan diikuti dengan upload foto, klik tombol like, komen-komen, dll.

Fakta 3
Conscientiousness (biasanya muncul dalam bahasan Big 5 Personality) mengatur fotonya dengan sangat hati-hati. Conscientiousness sendiri adalah trait seseorang yang sangat disiplin, teratur (dekat dengan hal yang membosankan), sangat terarah, dan berambisi kuat meraih tujuan (bahkan menunda kepuasannya). orang tipe ini akan berusaha untuk mengatur fotonya sedemikian rupa agar mudah dicari, diorganisir.

Fakta 4
Orang yang terbuka akan mengisi profilnya lumayan lengkap. mereka adalah orang-orang yang artistik, imajinatif, dan kreatif.

Fakta 5
Orang narsis akan memposting banyak foto untuk mempromosikan dirinya. Postingan poto akan terkait dengan keberhasilanya. tujuan utamanya untuk memperoelh pengakuan dari oran lain, sehinga mereka umumnya memperoleh likes dari hasil postingan tersebut.  Poto lain yang sering diposting adalah foto selfie.

Fakta 6
orang neurotik memposting lebih banyak poto. agak aneh memang, karena mereka adalah kelompok orang yang rentan stress dan lelah, tetapi makna pemostingan poto tersebut berbeda dengan orang narsis, mereka lebih cenderung menjadi postingan poto sebagai aktualisasi diri.

Fakta 7
orang Agreeble cenderung sering di-tag di foto orang lain. Agreeble adalah jenis orang yang berhati hangat dan mudah menerima permintaan seseorang, akibatnya saat teman atau keluarga memposting foto, mereka umumnya terlibat dalam bentuk tag.

ayo kita buka facebook dalam observasi sekitar kita...atau kita observasi facebook kita..Upsssss


Friday, July 24, 2015

Makna di balik Typo

Typo-salah ketik-adalah hal lumrah bagi kita. Beberapa waktu lalu, muncul penelitian mengenai typo dan hasilnya sungguh menarik. Typo adalah kesalahan ketik dalam penulisan. hal tersebut bisa jadi adalah kejadian yang memusingkan jika terjadi berkali-kali. Ternyata, otak kita menyadari saat kita melakukan typo saat itu juga. riset menunjukkan bahwa gerakan mengetik kita secara tidak kita sadari melambat akibat alarm yang diberikan otak bawah sadar. Perlambatan gerakan ini menjadi pertanda bahwa ada yang salah dengan ketikan sebelumnya.

Hal lain yang menarik dari typo adalah familiarity tulisan. Semakin familiar kita dengan kalimat yang kita buat maka kita akan semakin cenderung melakukan typo. Hal ini akibat berkurangnya dan melemahnya konsentrasi kita akibat keterbiasaan kita atas kalimat yang kita gunakan. sebagai contoh, pada penulisan sms dengan touch screen, kemungkinan typo kita lebih banyak ketimbang saat mengetik skripsi, tugas akhir, atau thesis.

Typo jarang terjadi manakala kita membutuhkan pemikiran yang kompleks. saat kita mencoba untuk menuangkan ide yang kompleks, otak kita memiliki kecenderungan alert terhadap kesalahan kecil, sehingga typo kita menjadi berkurang.

seseorang yang memiliki kedekatan emosional juga memiliki prediksi yang baik dalam mengartikulasikan typo kita. semakin dekat kita dengan seseorang yang memahami jalan pikiran kita, membuat tebakan atas typo kita menjadi lebih akurat dan sebaliknya. semakin kita tidak memiliki kedekatan emosi, semakin sulit seeorang memahami typo kita.

Toh typo bukanlah penyakit menular, tapi tidak ada salahnya kita mencoba memahami orang melalui typo.Saya sendiri melakukan setidaknya 25 typo pada saat menyelesaikan tulisan ini.

artikel asli bersumber dari reader digest*

aktivitas personal di tempat kerja: positif atau negatif?

Pemakaian gadget di tempat kerja menjadi hal yang lumrah. pesatnya perkembangan gadget menjadi salah satu pemicu aktivitas personal di tempat kerja. Aktivitas di tempat kerja adalah sebuah aktivitas yang tidak berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukan pegawai. Berbagai implikasi aktivitas ini adalah mengirim pesan melalui email, membuka email, membuka sms, menelpon, melamun, bermain game, bercanda, ngobrol, browsing,dll.

Perusahaan memberikan beberapa sikap terkait aktivitas personal. Beberapa memberikan toleransi untuk aktivitas tertentu, beberapa secara tegas menindak aktivitas personal. penelitian terbaru menunjukkan rehat beberapa menit dari aktivitas untuk melakukan aktivitas personal dapat meningkatkan produktivitas. hal ini lantaran pegawai memiliki waktu untuk menyeimbangkan kehidupannya. Karakteristik pekerjaan saat ini adalah pekerjaan yang cukup fleksibel tetapi membutuhkan waktu 24/7 (24 jam sehari dan 7 hari seminggu --jam kerja). pekerjaan yang selesai di kantor, belum tentu memang sudah selesai. Terkadang karyawan akan melanjutkan pekerjaan tersebut di rumah. kesempatan mereka untuk menyeimbangkan kehidupan kerja, keluarga, dan leisure (kesenangan) menjadi terbatas. Aktivitas personal menjadi jembatan untuk menyeimbangkan tiga area kehidupan tersebut (work, family, leisure).

Manajer memiliki kuasa untuk menghentikan atau mentoleransi aktivitas personal tersebut, tetapi  memberikan toleransi pegawai dalam lingkup tertentu akan berpengaruh positif terhadap kinerja mereka. aturan untuk mengatur penggunaan gadget tetap dibutuhkan dengan mempertimbangkan manfaat positif yang diperoleh pegawai. Pegawai yang semakin jauh dari gadget menunjukkan tingkat anxiety (kecemasan) yang lebih dibandingkan saat dekat dengan gadget tersebut.

benarkah harus kreatif?

Judul di atas melemparkan banyak kontroversi. Tentu dibutuhkan kreativitas dalam menjalankan pekerjaan. sebelumnya, mari kembali ke definisi dasar kreativitas. kreativitas (creativity) adalah menghasilkan ide yang orisinal, unik, berbeda, dan tak kalah penting, yaitu bermanfaat. ya memang karena pada tataran ide maka sulit untuk melihat wujud nyata dari kreativitas.

Levit, seorang guru dari harvard Business School (HBS) mengungkapkan dalam artikelnya tahun 1970--bahwa kreativitas dalam organisasi lebih sering tidak digunakan. organisasi pada dasarnya lebih membutuhkan orang yang dapat menggarap pekerjaan sampai selesai gets the job done. Namun, orang kreatif tidak mudah menyelesaikan pekerjaan, mereka akan lebih berkutat pada sebuah ide atau cara baru agar pekerjaan selesai secara efisien. Proses ini yang kerap menjadi sumber masalah, karena dalam tataran ide, mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk trial-and-error. 


Menariknya lagi, orang kreatif memang berbakat dalam problem solving, but they would leave the dirty details to others. kompleksitas pemecahan masalah yang sebenarnya hanya dipahami individu kreatif, hanya diselesaikan dalam wujud blue print, implikasi praktis tidak akan begitu diperhatikan atau kita menyebutnya dengan over the edge.


pada dunia kerja, manajer telah menangani cukup banyak masalah tanpa harus ditambah dengan ide barud ari pegawai kreatif, sehingga ide baru sering kali ditolak. well, menjadi kreatif memang tidak seindah kedengarannya.

dunia pendidikan juga tidak ketinggalan membahas masalah kreativitas. Riset mengenai kreativitas dalam dunia pendidikan juga cukup mengejutkan. seorang guru akan memberikan penilaian yang tepat untuk muridnya yang kreatif, tetapi lebih memberikan predikat golden boy pada murid yang pandai. Perbedaan mencolok antara murid kreatif dan pintar adalah cara berfikir. anak kreatif lebih cenderung menunjukkan pola berfikir yang divergen (banyak pilihan), tetapi anak pintar akan menunjukkan pola pikir konvergen (menebak tepat untuk setiap pertanyaan).

Saya sendiri proud to be creative. Well, bagaimana menurut anda?

keeping up with narcissistic

The increasing of both clinical and common narcissist has been acknowledged. Their growing number of narcissistic is now becoming a serious problem. It has been rifed in many aspects of our society.  By trying to realize their existence, a company will enjoy a lucrative benefit of narcicist.  Rather than trying to restrict narcissist activity, company can enhance their productivity by understanding the underlying reason.
I was standing in the middle of crowd when I noticed that everybody was holding their smart phones to post a comment, take a picture, e-mailing, browsing, and others. I don't say it is morally wrong, but something catches my eyes. Does frequent gadget usage increase their narcissism level? How does a narcissist use the internet in the workplace?
According to David Veal, smart phone responsible to increase body obsession through looks. Body obsession is the major trigger of clinical narcissist, instead of common narcissist.
Research regarding narcissist in workplace has been increased. According to academicians, internet usage was separated into two activities, activities related their job and activities related their interest. Narcissist tends to use internet (via their gadget) to access website related their interest only. They avoid internet activities related work, because it has no advantage to their positive image. The higher their narcissism level, the higher they eschew job-related activities. Then how to handle narcissist in the workplace?
Here are several steps to handle narcissistic:
1. Understanding your employee. You have to start mapping your employee in order to treat them more effectively. There are several methods to map your employee.If you want the easier way, NPI (Narcissistic Personality Inventory) provides a good instrument, but if you doubt to ask your employee directly, you can use the unobtrusive measurement, measurement based on the availability the obvious self-body image. 
2. Combined your two narcissist employee to work as a team. Research by Goncalo, et al. shows that two narcissist better than one in team. They will generate more creative and useful ideas. The competition between those leads more benefit to your company.
3. Understanding that the existence of narcissist is unavoidable. This person creates a good impression during the interview process. They can be so charming in the beginning, before putting your company in a big risk. If you have been hired one, then try to provide job description which match to their self-interest. Dealing with their self-interest is the best way to handle.
For instance, narcissist usually can be a good negotiator or a lobbyist, because they have a natural ability to convince people in their first impression. Putting a tons of rules will only promotes more internet misuse. It mistly like assign a  curfew in tenager.
4. Build a good climate to sustain the overall employee commitment. This is the hardest way, but also a greatest way to decrease narcissist for being harmful for a company.
Well, narcissist will definitely increase in number, but being resistant is never the answer. Facing with wise steps will inspire the employee to do more for the company


Tuesday, July 21, 2015

multi tasking: is it good or bad?

Apakah anda sering menonton tv sambil mengupdate status di facebook, detik berikutnya menyalakan ipad sambil melirik lagu yang diputar, pada saat yang sama anda menggelar pekerjaan atau PR lengkap dengan laptop? beberapa di antara kita mungkin senang dengan kemampuan melakukan "multi tasking". well, siapa yang tidak. beberapa waktu lalu, muncul penelitian mengenai multi tasking, is it good or bad? 

well, menyimak mengenai multi tasking memang menarik, riset terbaru memaparkan bahwa multi tasking tidaklah seefisien yang kita bayangkan, bahkan lebih cenderung merusak kesehatan.
beberapa alasan mendasari riset tersebut.

  1. sesungguhnya, otak merespon perintah secara bergantian. artinya, ketika kita melakukan dua hal secara bersamaan, sesungguhnya otak hanya melakukan satu hal saja, sedang pekerjaan yang lain hanya bersifat di pause.Apabila kita mengerjakan pekerjaan rumah dan menonton televisi maka otak tidak melakukan kedua hal tersebut bersamaan, melainkan melakukannya secara terpisah.saat kita melihat televisi maka otak mempause kita untuk mengerjakan pekerjaan rumah, sedangkan saat mengerjakan PR, otak kita menswitch secara otomatis menjadi mengerjakan PR dan mempause menonton televisi. 
  2. memperlamban pekerjaan kita. multitasking membuat kita harus bergerak dari pekerjaan satu kepekerjaan lain randomly. Masalah utama adalah otak berfikir secara acak dan mengharuskan adaptasi akibat jumping back from job to job. saat kita sudah beradaptasi dengan mengerjakan PR, kita mengalihkan perhatian pada music. saat kita harus kembali pada PR, dibutuhkan beberapa waktu sampai otak kembali beradaptasi.
  3. multitasking meningkatkan prosentase kesalahan pada pekerjaan kita. Dua pekerjaan yang dikerjakan dalan satu waktu masih dapat dikerjaan oleh frontal cortex, tetapi tiga pekerjaan atau lebih menyebabkan frontal cortex overhelmed. 
  4. menyebabkan stress. akibat tuntutan untuk tetapi high alert, otak merasa terbebani sehingga menuntun lebih stress. pada keadaan siaga yang berlebihan, otak dipacu dan istirahat menjadi kurang sehingga menyebabkan stress. pada kondisi semacam ini, kemungkinan untuk mengidap tekanan darah tinggi menjadi meningkat. 
  5. memory kita menjadi korban. saat kita melakukan multi tasking, memori jangka pendek kita melemah, beberapa orang mengalami kesulitan mengingat di masa tua akibat kerap melakukan multi tasking. perubahan cepat atas fokus kita dianggap menjadi alasan utama berkurangnya memori jangka pendek
masih banyak hal-hal negatif yang dihasilkan dari multi tasking. multi tasking tidak pernah ada, yang terjadi adalah mempause sementara pekerjaan sebelumnya dan jumping back to other job

adaptasi dari health.com

FUS Kambuh Setelah 6 Bulan: Pengalaman Bersama Kucing Jantan Obesitas

  Enam bulan setelah FUS pertama, saya menyadari kucing jantan saya mengalami kambuh lagi. Padahal sejak kejadian pertama, saya sudah berus...